LDII SULTENG – Tepatnya enam puluh satu bila yang berukuran besar, 350 W, dihitung. Lampu besar itu terpasang diposisi tengah dan paling atas. Ada kecenderungan untuk tidak ikut dihitung karena memang nyaris tak pernah dinyalakan, kecuali pada saat ‘dicoba’ saja. Lebih mirip sebagai hiasan. Toh, kalaupun dinyalakan, warnanya tidak putih seperti enam puluh yang lain. Dia ini kuning, dan bila sudah panas, mati sendiri. Bagi orang Jawa, dia seperti ‘danyang’ bagi lampu-lampu lain. Di luar, yaitu di teras kiri, kanan, dan depan masih terdapat sembilan belas titik lampu lagi.
Masjid Miftahul Huda, Jl. Dewi Sartika IV Palu. (Dok. DPW LDII Sulteng) |
Bila dinyalakan bersamaan, akan menyedot daya sebesar 1.772 watt. Angka ini diperoleh dari ((60 + 19) x 18 w) + 350 w = 1.772. Terang Benderang. Pada malam hari, di dalamnya, plafondnya akan seperti bertaburan bintang yang didekatkan.
Lampu Tengah, 350 Watt. (Dok. DPW LDII SUlteng) |
Masjid yang terletak di Jl. Dewi Sartika IV Keluarahan Petobo, Kec. Palu Selatan, Kota Palu, Sulteng ini mulai dibangun sejak sekitar tahun 1999. Tidak mudah untuk menemukan angka pasti berapa biaya yang telah ditelannya. Apalagi, proses pembangunannya masih berjalan meski tinggal sedikit. Belum lagi, tepat di sebelah kirinya sudah mulai dibangun aula sebagai gedung serba guna.
Bagian Atap, 61 lampu. (Dok. DPW LDII SUlteng) |
Bagian kiri, kanan, dan depan berupa pintu-pintu kaca sehingga aktivitas di dalam masjid akan tampak dari luar. Demikian juga sebaliknya, dari dalam keluar. Semua serba transparan.
Pintu-pintu kaca. Transparan. (Dok. DPW LDII SUlteng) |
Pengajian sebagian remaja masjid pada malam hari. (Dok. DPW LDII SUlteng) |
Rumah-rumah warga mengelilingi masjid berukuran 15 x 15 meter ini dan umumnya dibangun menghadap ke arah nya. Meski halaman depan masih berupa tanah-pasir yang kadang-kadang becek oleh genangan air hujan, anak-anak dan para remaja rajin menggunakannya untuk bermain futsal dan aktivitas fisik lainnya.
Kompetisi Futsal U14 di halaman masjid. (Dok. DPW LDII SUlteng) |
Sehari-hari, masjid ini dikelola oleh PAC LDII Kel. Petobo yang digawangi oleh Bp. Edy Puguh Santoso, A.Md. sebagai ketuanya. Kegiatannya lumayan padat. Selain sholat lima waktu, pada malam hari para orang tua menggunakannya untuk mengaji tiga kali seminggu. Remaja usia SLTA ke atas mengisi hari-hari kosong yang tidak digunakan para orang tua untuk mendalami Al Qur’an dan Al Hadits. Anak usia SMP (pra remaja), mengaji setiap habis maghrib sampai isya’, setiap hari, kecuali ada hal luar biasa.
Khusus bagi anak-anak yang masih berusia di bawah dua belas tahun, disediakan waktu setelah sholat asar. Juga setiap hari. Anak-anak ini belajar membaca Al Quran menggunakan metode Iqra’. Selain itu, mereka juga mendapat tugas menghapal surat-surat pendek dari Al Qur’an. Sebagai tambahan materi, untuk menguatkan sikap dan membangun adab, mereka dapat menikmati cerita keteladanan para nabi dan ulama-ulama shalih jaman dulu.
Pengajian di bawah 12 th, sore. (Dok. DPW LDII SUlteng) |
Siapa saja yang mengajar mereka? Untuk para orang tua, ada Ustadz H. Idris Sardi, Ustadz H. Nasrullah, Mas Ramadahan yang lulusan Ponpes Wali Barokah Kediri, dan beberapa muballigh dan muballighah yang juga lulusan pondok-pondok pesantren LDII yang tersebar di penjuru nusantara. Bagi remaja ke bawah, banyak tersedia tenaga pengajar yang juga lulusan ponpes-ponpes di atas. Yang terakhir ini dikoordinatori oleh Ibu Sri Martati, S.Pd.
Selain agenda rutin harian, Pak Edy beserta imam dan pengurus masjid akan lebih sibuk pada bulan Ramadhan. Setelah sholat tarawih, jamaah masjid melanjutkannya dengan tadarus Al Qur’an hingga 20 malam pertama. Malam ke 21 hingga sebelum muncul hilal 1 Syawal, warga LDII yang tergabung dalam PAC LDII Kelurahan Petobo melaksanakani i’tikaf. Khusus mengenai i’tikaf ini, disediakan waktu mulai pukul 22.00 s.d. 02.30 wita. Bila ada jamaah yang memulai lebih awal atau mengakhirinya hingga subuh tetap dipersilahkan.
Sesungguhnya orang yang meramaikan masjidnya Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Dan mendirikan sholat, mendatangkan zakat, dan tidak takut kecuali kepada Allah. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunju. (QS At-Taubah: 18)
Harapannya, dengan semakin tinggi frekuensi dan kuantitas orang yang beribadah di dalam masjid, semakin besar pahala (jariyah) orang-orang yang membangunnya.
Wallahu a’lam bisshawab.
One comment
Pingback: PENGAJIAN GENERUS LDII : PRAKTEK MERAWAT JENAZAH | DPW LDII SULTENG