MUI dan LDII

Ulama dan Tokoh Agama Kabupaten Bima Kunjungi Ponpes LDII Wali Barokah

Sabtu (31/01), Ulama dan tokoh agama kabupaten Bima, NTB mengunjungi pondok pesantren (Ponpes) LDII Wali barokah, Kediri. Kehadiran rombongan Ulama yang dipimpin kepala kantor kementerian agama Kabupaten Bima Drs. H. M. Saleh Karim disambut hangat oleh Ketua Ponpes Wali barokah KH. Soenarto, M, Si dan didampingi jajarannya.

jalan-jalan dimesjid ldiiPada kesempatan kali ini KH. Soenarto mengajak para rombongan kabupaten Bima mengelilingi di sekitar ponpes Wali Barokah. Melihat kemegahan dan segala aktifitas kegiatan di dalam Ponpes Wali Barokah H. Saleh Karim. Ia memuji suasana pondok yang riuh dengan  aktifitas santri-santrinya yang begitu tertib dan disiplin. Dari hal terkecil, sandal santri yang tertata rapi di latar masjid, santri berjalan dengan tertib, pakaian santri yang rapi sesuai syariat dan lingkungan yang bersih.

Setelah berkeliling Ponpes Wali Barokah, para rombongan mengunjungi perpustakaan Majelis Taujih Wal Irsyad yang selama ini sebagai tempat rujukan dan kajian para Ulama LDII lengkap dengan Al Hadits Kutubus sittah dan hadits besar lainnya. Di perpustakaan Majelis Taujih Wal Irsyad, Syeikh Abdul Aziz Ridwan memaparkan kurikulum dan manajemen pembinaan ponpes Wali Barokah di hadapan para rombongan.

perpustakaan ldiiSyeikh Abdul Aziz Ridwan di dalam pemaparannya mengatakan, dasar kurikulum Ponpes Wali Barokah adalah mencetak para dai pemula sebanyak-banyaknya. Agama Islam di zaman sekarang terus dihujani kultur negara Barat. Generasi muda lebih mengidolakan artis-artis negara Barat dibanding para Nabi. Tidak hanya itu mereka berusaha merusak Islam dengan cara beradu argumen (perang urat syaraf) lewat opini maupun tulisan yang tersebar di media online. Apalagi mereka penguasa di bidang teknologi dan informasi.

“ini artinya kondisi agama Islam dalam keadaan genting.  Ini yang harus kami benahi  yang sifatnya segera, artinya tidak bisa ditunda lagi untuk masyarakat awam. Kami membentuk para dai dengan mengajari mereka tentang basis Islam. Mencetak dai pemula cukup dua tahun tanpa harus menunggu puluhan tahun. Kalau ditunda, ibarat sebuah perahu yang akan tenggelam,” tutur Syeikh Abdul Aziz Ridwan.

Gagasan inilah yang menjadi acuan dasar kurikulum Ponpes Wali Barokah. Sebelum menjadi santri ponpes Wali Barokah, para santri menjalani tes. Tes pertama, para santri mengikuti pembelajaran etika seorang murid. Mereka harus dibersihkan dari sifat jelek sehingga hati mereka bersih. Kalau hati mereka bersih maka di dalam perilakunya berhias sifat yang baik-baik. Ibarat orang yang akan melaksanakan ibadah salat maka harus dibersihkan dulu dengan berwudu. Begitu juga didalam mencari ilmu, sebelum menerima ilmu mereka harus bersih hatinya.

Tes Kedua, Pembelajaran ilmu pegon (menulis arab melayu). Mencari ilmu itu tidak cukup hanya di hafalkan namun harus ditulis, sehingga kalau nanti mereka lupa ilmunya bisa dibuka lagi catatan tulisannya.  Kemudian dites kemampuan baca Alquran dengan fasih dan sesuai dengan makhrad tajwidnya.

Kurikulum Ponpes Wali Barokah terbagi empat kelas tahapan. Pertama,  Kelas Lambatan, para santri didikte agar bisa memaknai (menulis) dan memahami ilmu  Alquran dan Alhadits himpunan. Kelas lambatan dilaksanakan selama enam bulan dan mereka menerima ilmu secara runut tanpa dikurangi dan tidak melebar sehingga para santri bisa memahami.

Kedua, Kelas Cepatan, setelah santri lulus di kelas lambatan santri mengikuti tahapan berikutnya yakni kelas cepatan. Materi kelas cepatan tetap sama yakni makna Alquran namun penerapannya berbeda karena membahas masalah hukum-hukum muamalah, ibadah, ahli waris dan yang lain-lain. Untuk kelas cepatan ini para santri harus mengikuti selama satu tahun.

Ketiga, Kelas Tambahan. Di kelas tambahan para santri dilatih menjadi dai yang berkarakter dan mampu memanajemen masalah perekonomian selama tiga bulan. Para santri juga dibekali wawasan kebangsaan  sehingga tidak meninggalkan budaya tanah air dan terhindar dari sikap radikal. “Kami bisa contohkan penyebaran Islam yang berada di negara Eropa. Penyebaran mereka sangat cepat tapi hilangnya juga cepat, bisa kita lihat banyak masjid-masjid di sana sekarang dijadikan museum. Yang mereka lakukan hanya ngebom sana ngebom sini, mereka berdakwah dengan cara kekerasan,” ungkap Syeikh Abdul Aziz Ridwan.   

Keempat, Kelas Ujian. para santri selama empat bulan akan menjalani masa ujian dan tes yang selama ini mereka mendapatkan ilmu di ponpes Wali Barokah. Tidak hanya di uji saja akan tetapi mereka juga dilatih kemandiriannya sehingga mereka bisa tampil secara matang di dalam masyarakat.

Setelah mereka lulus dengan runtutan tahapan kelas tersebut, mereka akan ditugaskan dan dikirim di seluruh penjuru tanah air. Mereka akan ditugaskan minimal selama satu  tahun.  Dan setiap bulannya Ponpes Wali Barokah meluluskan dai antara 400-500 orang yang akan disebar di seluruh penjuru tanah air, untuk menyebarkan dasar ilmu agama Islam.

kurikulum ponpes ldii

Setelah menyimak paparan kurikulum ponpes Wali Barokah, Kasubag Kesra Agama dan Kebudayaan Kabupaten Bima Syahrul Achmad, S. Ag, M. Hum terkagum-kagum. Menurutnya, apa yang dipaparkan pengurus Ponpes Wali Barokah yang diajarkan santrinya selama dua tahun ini sama seperti materi kuliahnya S1 selama empat tahun di salah satu Universitas di Makassar. Yang berbeda, Selama empat tahun kami tidak mendapatkan ilmu dasar-dasar agama Islam.

“Kami (para rombongan) di sini melihat secara nyata, ternyata informasi tentang LDII yang katanya sesat ternyata tidak sama seperti yang saya terima. Jauh sekali fitnah-fitnah yang diterima LDII selama ini. Saya kira itu ada kepentingan lain didalam fitnah tersebut,” ungkap Syahrul Achmad.

Hal serupa juga diungkapkan Ulama kabupaten Bima sekaligus ketua pimpinan Ponpes Al-Husainy Drs. H. Ramli Ahmad, M. AP. Menurutnya setelah mengamati kegiatan santri-santri dan manajemen Ponpes Wali Barokah rasanya menemukan suatu kebenaran yang selama ini dicarinya. “Setelah mengelilingi Ponpes Wali Barokah, saya tidak menemukan fitnah-fitnah atau statement negatif tentang LDII sampai saat ini, detik ini. LDII sesatnya dimana? Bahkan saya setelah masuk di perpustakaan Majelis Taujih Wal Irsyad semua rujukan Hadits Khutubussittah sudah jelas semua. Seharusnya saya belajar disini,” ungkap H. Ramli Ahmad.

Ketika masuk kedalam masjid, lanjut H. Ramli Ahmad, terkejut saat mau melaksanakan salat Dzuhur melihat ribuan santri duduk dengan tertib sambil membaca Alquran (seperti suara lebah) menunggu iqomah  berkumandang. “Saya rasanya berada di tengah-tengah para Malaikat,” ungkap H. Ramli Ahmad.

Sebelum meninggalkan Ponpes Wali Barokah, Drs. H. Saleh Karim berpesan bahwa oleh-oleh dari Ponpes Wali Barokah akan kami bawa pulang dan kami sampaikan ke masyarakat Bima untuk mengklarifikasi ini semua tentang LDII.  (Sofyan Gani)

Rombongan Ulama dan Tokoh Masyarakat Bima :

Drs. H. M. Saleh Karim (Kepala Kantor Kemenag Kab. Bima); Syahrul Achmad, S. Ag, M. (Kasubag Kesra Agama dan Kebudayaan Kab. Bima); Drs. H. Ramli Ahmad, M. AP. (Ulama dan Ketua Pimpinan Ponpes Al-Husainy Kab. Bima); Syech Fathurrahman, S. Ag., MH. (Sekretaris FKUB Kab. Bima); Drs. H. Bahnan (Sekretaris MUI Kab. Bima); Drs. Mahmud, SH. (Ulama dan Tokoh Agama Kab. Bima); Ustad Muhdar (Ulama dan Tokoh Agama Kab. Bima); Landa Abdullah (Pimpinan Ponpes dan Tokoh Agama Kab. Bima); Sutarman, SE (Ulama dan Tokoh Agama Kab. Bima); H. Abdul Salam (Ulama dan Tokoh Agama Kab. Bima).

source:ldii.co.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.